Liputan6.com, Cirebon – Kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Kota Cirebon mendapat keluhan dari sejumlah elemen masyarakat terutama kalangan pengusaha hingga notaris.
Mereka menilai kenaikan PBB Kota Cirebon hingga 100 persen tahun 2024 akan berimbas kepada berbagai sektor. Seperti naiknya harga kontrakan rumah maupun biaya pelayanan di notaris.
“Otomatis biaya pelayanan di notaris yang naik nanti jadi beban kepada masyarakat dan sampai sekarang banyak yang mengeluh terkait kenaikan PBB ini,” kata Wakil Ketua Ikatan Notaris Indonesia Kota Cirebon, Jaka Fithon saat dikonfirmasi, Rabu (3/4/2024).
Ia mengaku pernah menggelar pertemuan urun rembuk membahas kontroversial kenaikan PBB dan BPHTB pada Senin (25/3/2024). Hasilnya, banyak yang mengeluh dengan kenaikan pajak tersebut.
Dalam urun rembuk, kata Jaka, kenaikan PBB bisa di atas 100 persen. Kebijakan tersebut, kata dia, akan memengaruhi proses transaksi dalam aktivitasnya sebagai notaris.
“Kami sudah coba dari Ikatan Notaris Indonesia, juga ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Cirebon, membuat surat ke DPRD, Pemkot tembusan ke Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD). Isinya minta kenaikan PBB itu ditinjau ulang,” ujarnya.
Sejauh ini, menurutnya, baru ketua DPRD yang membalas surat tersebut, tetapi belum ada tindak lanjut untuk melakukan pertemuan.
Jaka bersama masyarakat yang lain ingin meminta kenaikan PBB ditinjau ulang. Ia mengaku sudah pernah memetakan rata-rata kenaikan PBB di Kota Cirebon sejak kebijakan diberlakukan.
Respons Pemkot Cirebon
“Setelah kita bandingkan data antara PBB 2023 dan 2024, kenaikannya ada yang mencapai 600 persen,” tuturnya.
Menurutnya, kebijakan kenaikan PBB dikhawatirkan berpengaruh terhadap target realisasi yang tidak tercapai. Sebab, kata dia, masyarakat dipastikan tidak akan mampu membayar PBB tersebut.
Sementara itu, perwakilan Pelangi Bhakti Law and Firm Erus Yanuardi mengaku, dalam urun rembuk yang digelar beberapa waktu lalu ada upaya komunikasi antara wajib pajak dengan pihak BPKPD.
“Waktu urun rembuk banyak wajib pajak yang hadir dan kami bersyukur ada komunikasi antara wajib pajak yang umumnya keberatan kenaikan PBB dengan BPKPD. Kita semua tahu, tahun ini terjadi kenaikan PBB sedemian tinggi, 200 persen ke atas, Kepala BPKPD bilang kenaikan rata-ratanya 127 persen, tapi kenyataannya banyak yang di atas 127 persen,” ungkapnya.
Ia mengatakan, dari hasil urun rembuk pihaknya akan merekap data dan keluhan masyarakat untuk kemudian digelar pertemuan dengan PJ Wali Kota Cirebon yang difasilitasi oleh DPRD Kota Cirebon.
“Mudah-mudahan aspirasi masyarakat bisa tersalurkan. Banyak yang nangis dan menderita,” ujarnya.
Terpisah, kepala BPKPD Kota Cirebon, Mastara, mengatakan kegiatan urun rembuk ini merupakan respon masyarakat yang sebetulnya ingin taat menunaikan kewajibannya khususnya membayar PBB.
“Ada beberapa masukan dan keluhan, terkait dengan kenaikan NJOP PBB ini. Sebetulnya sih tidak ada masalah. Karena NJOP yang sekarang diterapkan di Kota Cirebon sebagai dasar perhitungan PBB sebetulnya sudah familiar, jadi baru sekarang diterapkan mendekati nilai pasar, selama ini kan jauh nilainya dari nilai pasar,” ujarnya.
Ia mencontohkan NJOP di Jalan Cipto yang berkisar di angka Rp 5-6 juta, tapi nilai pasarnya mencapai Rp 30 juta per meter.
Oleh karena itu, Pemkot Cirebon akan terus mencoba menyesuaikan dengan nilai pasar secara bertahap
“Tapi Pemkot Cirebon juga akan melakukan penyesuaian, NJOP ini nanti akan ditindaklanjuti dengan relaksasi pajak, juga stimulus, semacam diskon jika kepatuhan dalam membayar,” katanya.
Mastara mengaku sudah melaporkan keluhan masyarakat terkait kenaikan PBB kepada Pj Wali Kota Cirebon.
“Ada yang bilang kenaikan PBB mencapai 800 persen, padahal tidak. Jika dirata-rata 127 persen kok kenaikannya,” katanya.